Rehabilitasi tersangka atau terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika

Rehabilitasi tersangka atau terdakwa Narkotika
Rehabilitasi tersangka atau terdakwa Narkotika

Permasalahan narkotika di Indonesia sangat beragam, hingga dilakukan Penanggulangan Permasalahan Narkoba dengan cara Pendekatan demand reduction dan supply reduction.
Supply Reduction adalah Pengurangan Pemasokan, menekan untuk pengurangan pemasokan narkoba dengan cara perang untuk menghabisi para bandar dan pengedar Narkotika. Sedangkan Demand reduction merupakan Pengurangan Permintaan dengan cara upaya untuk mencegah timbulnya masalah (prevensi), dimana pencegahan penyalahgunaan Narkotika dengan cara memberi pendidikan serta informasi bahaya Narkotika dengan sasaran masyarakat , anak muda (melalui program dalam sekolah / kampus), dan bahkan kepada pengguna narkoba.

Permasalahan Demand Reduction yaitu tingginya angka prevelensi tersangka dan/atau terdakwa pecandu dan korban penyalahguna narkotika, hal ini berdasarkan penelitian BNN dan UI dari tahun 2004, 2008, dimana hasil penelitian menunjukkan peningkatan peningkatan sebesar 2,2 % (3,8 juta) pada tahun 2011. Kemudian minimnya tempat Rehabilitasi, pada tahun 2010 tempat layanan rehabilitasi di Indonesia hanya bisa menampung 18.000 penyalahguna. Sedangkan tahun 2014 diperkirakan terdapat 375 lemabaga rehabilitasi instansi pemerintah (balai Rehabilitasi BNN, RSU, RSJ, Pukesmas, dan RS Pengayoman) dan 157 lembaga rehabilitasi komponen masyarakat (Outreach Centre, One Stop Centre, Community Based Unit dan Rumah Sakit serta Klinik Swasta). Permasalahan lainnya yaitu berkembangnya narkotika jenis baru. Secara Resmi United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) pada bulan maret tahun 2013 melaporkan telah ditemukan narkotika jenis baru sebanyak 251 narkotika psikoaktif baru New Psychoactive Substances (NPS) di 70 negera yang kemudian dikenal dengan Designer Druds, sedangkan di Indonesia telah ditemukan 26 narkotika psikoaktif baru. (Lembaran BNN RI, Pedoman Rehabilitasi bagi tersangka atau terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika, 2014).
Sehingga perlu pemerintah bersikap serius dalam penanganan Rehabilitasi bagi tersangka atau terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika.

Mekanisme Rehabilitasi bagi tersangka atau terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika dalam proses peradilan

Mekanisme pelaksanaan rehabilitasi bagi tersangka dan/atau terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika meliputi :
  1. Pelaksanaan Rehabilitasi bagi tersangka atau terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika dilaksanakan dilembaga rehabilitasi yang ditunjuk pemerintah sesuai dengan hasil asesmen Tim Asesmen Terpadu (TAT) yang telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Narkotika Nasional.
  2. Pelaksanaan Rehabilitasi bagi tersangka atau terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika merangkap pengedar dilaksanakan di rutan selama menunggu putusan sesuai dengan assesmen TAT yang telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala BNN. 
  3. Pelaksanaan rehabilitasi dapat dilaksanakan berdasarkan rekomendasi TAT. Hasil Rekomendasi akan dilampirkan dalam Berkas Perkara untuk diserahkan ke kejaksaan melalui penyidik selanjutnya dibawa kepersidangan sebagai bahan pertimbangan dalam proses pelaksanaan putusan hakim. 
  4. Pelaksanaan Rahabilitasi berlangsung maksimal 3 (tiga) bulan dengan rawat inap. 
  5. Pihak lembaga rehabilitasi memberikan informasi kepengadilan yang menetapkan 2 (dua) minggu sebelum masa rehabilitasi selesai. 
  6. Jika tersangka dan/atau terdakwa tidak mentaati peraturan yang berlaku atau melarikan diri, koordinasi dengan pihak kepolisian setempat. 
  7. Keluarga atau penyidik boleh melakukan komunikasi setelah 2 (dua) minggu masa rehabilitasi sesuai dengan Standar Oprasional Prosedural (SOP) masing-masing lembaga rehabilitasi.

Tahap Rehabilitasi bagi tersangka atau terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika dalam proses peradilan.

Tahapan Rehabilitasi bagi tersangka atau terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika terdiri dari :

  1. Asesmen
    Asesmen dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap penggunaan narkotika meliputi aspek fisik, psikologis, dan social sehingga diketahui derajat ketergantungan dan besaran masalah yang ada pada individu. Assesmen dilaksanakan secara terpadu oleh tim dokter yang terdiri dari dokter spesialis kedokteran jiwa, spesialis foresnsik, dokter dan psikolog yang tersertifikasi dalam bidang narkotika.
    Hasil assesmen merupakan dasar untuk menentukan diagnose yang bersangkutan. Secara Umum, assesmen dapat digambarkan sebagai suatu proses mendapatkan data dan informasi mengenai tersangka dan/atau terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika dalam proses peradilan.
    Lebih lengkap baca → Asesmen Terpadu terhadap Pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika untuk rehabilitasi pada proses peradilan.
  2. Pelaksanaan Rehabilitasi dalam Proses Peradilan
    Pelaksanaan Rehabilitasi bagi tersangka dan/atau terdakwa dapat ditempatkan dilembaga rehabilitasi yang ditunjuk pemerintah atau rutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, diantaranya :
    • Pelaksanaan Rehabilitasi pada Lembaga Rehabilitasi yang ditunjuk pemerintah.
      Proses rehahibilitasi dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, terdiri dari :
      • Pemeriksaan kesehatan meliputi pemeriksaan fisik dasar dan laboratorium dasar;
      • Detoksifikasi selasam 1 (satu) minggu;
      • Tahapan stabilisasi/orentasi selamsa 1 (satu) minggu;
      • Program inti, focus pada perubahan perilaku selama 2 (dua) minggu;
      • Persiapan sampai putusan hakim terdiri dari pencegahan kekambuhan dan edukasi system peradilan selama dua minggu;
      • Rujukan akibat komplikasi (bila diperlukan.

      Pelaksanaan rehabilitasi bagi tersangka dan/atau terdakwa pecandu dan korban dilaksanakan melalui program rehabilitasi rawat inap dengan 3 (tiga) criteria :
      1. Layanan sesuai dengan standar Nasional Pelaynanan Ketergantungan Narkoba bagi Unit/Lembaga Rehabilitasi Pemerintah;
      2. Layanan Rehabilitasi dengan modelitas TC(Therapeutic Community) yang disesuaikan dengan program masing-masing lembaga;
      3. Adanya surat Ketetapan dari BNN / BNNP.
      Pengamanan dan pengawasan bagi tersangka dan/atau terdakwa yang ditempatkan pada fasilitas rehabilitasi rawat inap dilaksanakan oleh lembaga rehabilitasi yang memenuhi standart keamanan tertentu dan dalam pelaksanaanya dapat berkoordinasi dengan pihak kepolisian
      Pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika yang telah selesai menjalani rehabilitasi diserahkan kembali kepada penyidik atau penuntut umum dengan menyerahkan resume akhir kegiatan rehabilitasi.
    • Pelaksanaan Rehabilitasi pada Rutan
      Proses rehabiltasi dirutan terdiri dari assesmen tim dokter (Pemeriksaan fisik dasar dan laboratorium dasar), Asesmen Risiko dan kebutuhan mengacun kepada instrument criminogenic, intervensi psikososial, dan rujukan medis komplikasi.

Referensi Catatan :
  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ( Tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2011);
  • Surat Edaran Makamah Agung Nomor : 07 tahun 2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkoba ke dalam Terapi dan Rehabilitasi.
  • Surat Telegram Kapolri Nomor : STR/701/VIII/2014 tanggal 22 Agustus 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Rehabilitasi pada tingkat Penyidikan.
Komentar